-->
  • Jelajahi

    Copyright © INDOLIN.ID | INDONESIA ONLINE
    Indolin id
    CLOSE ADS
    CLOSE ADS

    ECONOMY

    Reshuffle Kabinet dan Harapan Baru Investasi

    INDOLIN.ID
    Minggu, 20 April 2025, 23.39 WIB Last Updated 2025-04-20T16:41:41Z

    Oleh: Muhammad Sutisna

    Isu reshuffle kabinet tak lagi sekadar riak politik elite, ia telah menjelma menjadi panggilan darurat untuk menyelamatkan arah ekonomi nasional yang mulai limbung. Investasi, yang seharusnya menjadi motor utama pertumbuhan, kini kehilangan tenaga. Realisasi mandek, pelaku usaha gamang, dan koordinasi lintas sektor nyaris lumpuh. 

    Indonesia seperti macan yang tertidur di tengah ladang peluang global; penuh potensi, tapi tak bergerak. Jika reshuffle tak segera direspons dengan keputusan strategis, maka stagnasi bisa menjelma jadi krisis kepercayaan. Dan saat itu tiba, koreksi pasar akan berbicara lebih keras daripada pidato pejabat.


    Pasar mulai berontak. Ketidakpastian reshuffle membuat sentimen investasi kacau; modal asing keluar, pengusaha menahan ekspansi. Di saat negeri ini butuh kepastian arah, yang muncul justru kebisingan politik tanpa eksekusi. Di level global, perang tarif kembali meledak. Presiden AS Donald Trump memukul barang Indonesia dengan tarif 32 persen, sinyal keras bahwa proteksionisme kembali jadi arus utama. Dunia berguncang, dan Indonesia tak boleh terpaku. Kita butuh sosok yang bisa menjawab kekacauan ini dengan kerja, bukan sekadar retorika.


    Data BKPM kuartal I 2025 menunjukkan sinyal bahaya: realisasi investasi turun 6,8 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Ini bukan sekadar penurunan statistik, ini alarm keras bahwa pasar mulai kehilangan kepercayaan. Di tengah narasi stabilitas dan percepatan ala pemerintahan baru, angka ini justru membuka realitas sebaliknya: ketidakpastian eksekusi dan kekosongan arah kebijakan. Euforia politik tak mampu menutupi stagnasi di lapangan.

    Dalam situasi seperti ini, reshuffle bukan lagi agenda kosmetik atau distribusi kursi politik. Ia harus menjadi koreksi struktural. Negara butuh figur yang tak hanya piawai mengucapkan visi, tetapi cakap dalam mengeksekusinya. Bukan politisi biasa, tapi teknokrat yang paham medan. Sosok yang tak gagap membaca sinyal pasar, mengerti logika dunia usaha, sekaligus menguasai dinamika birokrasi. Tanpa itu, reshuffle hanya akan jadi pesta elite yang tak menyentuh akar persoalan.

    Di tengah kegaduhan elite yang tak kunjung usai, satu nama mulai mengendap dalam percakapan serius para pelaku kebijakan dan pasar: Harvick Hasnul Qolbi. Mantan Wakil Menteri Pertanian ini bukan wajah baru, tapi justru itulah kekuatannya, ia tahu seluk-beluk birokrasi dan memiliki rekam jejak yang gemilang. 

    Saat menjabat, Harvick dikenal agresif mendorong reformasi sektor pangan, salah satu sektor paling ruwet dan penuh jebakan dalam ekosistem investasi nasional: rantai pasok yang amburadul, logistik yang mahal, hingga tata niaga yang dijaga segelintir kartel.

    Namun Harvick bukan sekadar birokrat. Ia lahir dari rahim gerakan, aktivis muda NU, pendidik dan penggerak organisasi strategis. Ia punya kredensial politik, jejaring sosial akar rumput, sekaligus kemampuan membaca arah pasar. Pendekatannya tidak elitis dan penuh jargon; ia bicara ekonomi dari perspektif lapangan, bukan dari balik meja. Sosok seperti inilah yang dibutuhkan untuk menabrak tembok stagnasi: bisa bicara dengan pengusaha, tapi juga bisa menggertak birokrasi malas. Bisa duduk di ruang rapat negara, tapi tetap nyambung dengan denyut rakyat.

    Dalam lanskap global yang makin keras dan selektif, didorong oleh krisis energi, fragmentasi geopolitik, serta transisi ke ekonomi hijau, investasi bukan lagi soal potensi, melainkan kepastian arah dan kejelasan eksekusi. Narasi besar tak lagi cukup. Pasar membutuhkan kredibilitas, bukan sekadar komitmen. Indonesia, jika ingin bertahan dalam arus kompetisi kawasan, harus menggeser pendekatan: dari retorika ke orkestrasi strategi.

    Kita butuh figur yang tidak hanya paham teori pembangunan, tetapi juga sanggup mengeksekusi dalam tekanan kompleksitas dunia nyata. Sosok yang mampu berdiplomasi dengan pasar, sekaligus menertibkan kekacauan internal birokrasi. Harvick Hasnul Qolbi, dengan rekam jejak lintas sektor dan insting lapangan yang terasah, hadir sebagai salah satu representasi dari kebutuhan baru itu, pemimpin dengan sensitivitas kebijakan mikro sekaligus pemahaman atas tantangan makro.

    Tantangannya kini bukan pada ketersediaan figur, tetapi pada keberanian memilih. Apakah Presiden Prabowo cukup radikal untuk memutus lingkaran status quo dan memberi ruang pada eksekutor yang tak hanya loyal, tapi juga adaptif, non-dogmatis, dan bisa bekerja melampaui sekat politik? Jika iya, reshuffle ini dapat menjadi turning point. Jika tidak, pasar akan terus membaca sinyal ragu-ragu sebagai ancaman struktural.

    Dalam situasi seperti ini, tidak ada waktu untuk bereksperimen. Negara butuh problem solver. Ketika yang dibutuhkan adalah orang yang mampu menyambungkan strategi makro dengan realitas mikro, nama Harvick Hasnul Qolbi sangat layak diperhitungkan, bukan sebagai ornamen politik, tapi sebagai bagian dari formula pemulihan.

    Penulis adalah Co Founder Forum Intelektual Muda
    Komentar

    Tampilkan

    BERITA TERBARU