INDOLIN.ID ■ Salah satu kegiatan Komite I DPD RI pada masa sidang V Tahun Sidang 2023-2024 adalah rapat kerja dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN membahas beberapa hal yang dipandang penting oleh Komite I.
Pada rapat tersebut dibahas pelaksanaan reforma agraria, penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan serta pemberantasan mafia tanah. Rapat kerja tersebut dilaksanakan di Ruang Sriwijaya gedung B Kompleks DPD RI Senayan Jakarta (02/06).
Rapat Kerja yang diikuti anggota Komite I DPD RI tersebut dipimpin Ketua Komite I Senator Fachrul Razi. Pada sambutan pengantar, Ketua Komite I mengatakan bahwa reforma agraria telah dilaksanakan selama lebih dari satu dasawarsa. Dalam kurun waktu tersebut, telah banyak sistem dan regulasi yang mengatur dan mendukung pelaksanaan reforma agraria.
Namun sampai saat ini sebagian masyarakat masih merasakan adanya ketimpangan struktural kepemilikan, penguasaan, pemanfaatan, dan penggunaan tanah. Jika reforma agraria dilaksanakan secara baik maka diasumsikan konflik pertanahan tidak akan terjadi.
Di kesempatan itu, Ketua Komite I mengapresiasi kinerja Menteri AHY yang begitu cepat dan responsif. Salah satu yang mendapat perhatian senator adalah optimalisasi Reforma Agraria, peningkatan kualitas dan keamanan data pertanahan serta ruang berbasis digital dalam rangka meningkatkan pelayanan publik serta memitigasi dan mencegah terjadinya sengketa atau konflik pertanahan. Berdasarkan apresiasi tersebut, Komite I DPD mendukung jika anggaran kementerian Agraria dan Tata Ruang ditambah.
Sementara itu pada paparannya, Menteri AHY menyampaikan beberapa hal, diantaranya Program Reforma Agraria dibagi menjadi dua kegiatan utama, yaitu penataan aset dan penataan akses. Penataan aset dibagi menjadi dua kegiatan, yaitu legalisasi aset dengan target 4,5 juta Ha dan redistribusi tanah dengan target 4,5 juta Ha.
Sementara penataan akses berupa pemberdayaan tanah masyarakat. Penataan akses dilaksanakan melalui pemberian akses terhadap modal bagi pengembangan ekonomi masyarakat, yang nilainya mencapai Rp 6.295 triliun.
Pemerintah juga telah melaksanakan penyuluhan dan pendampingan kepada 380.304 kepala keluarga, sesuai dengan potensi tiap-tiap kelompok masyarakat. Dari proses kegiatan ini, telah terjadi peningkatan pendapatan masyarakat sebesar 41%. Pencapaian ini telah berhasil melebihi target 20%, atau dua kali lipat dari target yang ditetapkan, dalam rencana strategis Kementerian ATR/BPN.
Terkait legalisasi asset, telah terjadi akselerasi pendaftaran tanah secara nasional, hingga Juni 2024, telah terdaftar 114,5 juta bidang tanah dan 92,1 Juta bidang di antaranya telah bersertipikat. Bahkan dalam empat bulan terakhir, terdaftar 3,7 juta bidang tanah. Hasil ini sangat signifikan; yakni telah mencapai 95,4% dari target 120 juta bidang tanah pada tahun 2024, atau mencapai 90,8% dari target PTSL keseluruhan.
Terkait penyelesaian konflik pertanahan, AHY mengungkapkan bahwa salah satu persoalan yang dihadapi adalah masih banyaknya tumpang tindih (overlap) antara tanah-tanah masyarakat dengan tanah-tanah kehutanan. banyaknya konflik agraria yang diakibatkan tumpang tindih antara tanah masyarakat dengan Hak Guna Usaha (HGU); tanah masyarakat dengan aset negara; tanah masyarakat dengan kawasan pertambangan; serta konflik terkait tanah-tanah ulayat masyarakat hukum adat.
Masih sejalan dengan program PTSL dan sertipikat elektronik, saat ini kementeria ATR juga sedang merevisi PP No. 18 Tahun 2021 terkait pemberian hak atas tanah dalam mendukung pelaksanaan carbon trading; untuk lahan dengan peruntukan jasa lingkungan.
Progres revisinya, saat ini sudah mencapai Pembahasan Pra-Panitia Antar Kementerian (PAK). Harapannya, setelah revisi PP ini diberlakukan, maka masyarakat dan dunia usaha akan mendapatkan kesempatan yang luas untuk terlibat dalam perdagangan karbon. Carbon trading is our future.
“Bayangkan, selain kita bisa menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan, perdagangan karbon juga memberikan nilai tambah ekonomi yang signifikan bagi negara,” lanjut AHY
Pada bagian akhir, Wakil Komite I Sylviana Murni mengusulkan supaya lahan-lahan di daerah yang statusnya tidak jelas dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Komite I juga meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI untuk memastikan keamanan digitalisasi sertifikat tanah melalui penguatan Pusdatin. mengingat saat ini sangat rawan terjadi serangan cyber oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Komite I juga mendorong Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI untuk terus berkolaborasi dengan Aparat Penegak Hukum dan Pemerintah Daerah dalam penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan serta pemberatasan mafia tanah beserta jaringannya di daerah. (*)